Halloween party ideas 2015

Tahun itu, tamatlah riwayat kekaisaran Persia.Yazdajird, kaisar terakhir Persi wafat di pengasingan, sementara seluruh harta, prajurit dan kerabat istana menjadi tawanan kaum muslimin.Semuanya diangkut ke Madinah al-Munawarah.

Kemenangan kaum muslimin itu menghasilkan tawanan yang berjumlah banyak, dari kalangan terhormat dan belum pernah penduduk Madinah melihat hasil ghanimah sebanyak dan begitu berharga seperti itu.Di antara para tawanan tersebut terdapat pula tiga orang putri kaisar Yazdajird.

Orang-orang memperhatikan para tawanan tersebut dan beberapa saat kemudian sebagian mereka ikut membelinya, sedangkan bayarannya dimasukkan ke baitul maal kaum muslimin.Tidak ada lagi yang tertinggal selain para putri kaisar yang sangat jelita lagi masih belia.

Ketika ditawarkan untuk dijual, mereka semua tertunduk ke bumi merasa hina dan rendah.Air mata meleleh dari kedua pipi mereka.

Ali bin Abi Thalib merasa iba melihatnya dan berharap semoga orang yang akan membeli para putri itu adalah orang yang bisa menghargai martabat mereka dan sanggup memelihara mereka dengan baik, sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Kasihanilah para bangsawan yang terhina.”

Dengan segera beliau mendekati Amirul Mukminin Umar bin Khathab dan mengusulkan: “Para putri kaisar itu sebaiknya tidak diperlakukan seperti tawanan lainnya.” Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Engkau benar, tapi bagaimana caranya?”Ali berkata, “Umumkan harga mereka setinggi mungkin, lalu beri mereka kebebasan untuk memilih orang yang bersedia membayarnya.”

Saran Ali disetujui dan segera dilaksanakan oleh Umar. Putri yang pertama memilih Abdullah bin Umar, putri kedua memilih Muhammad bin Abu Bakar, sedangkan ketiga yang dipanggil dengan Syah Zinaan memilih Husein bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, cucu Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tak lama setelah itu, putri yang ketiga langsung memeluk Islam dan bagus keislamannya.Sehingga dia beruntung dengan agama yang lurus, juga dimerdekakan dan dijadikan istri oleh Husein setelah tadinya berstatus budak. Setelah itu dia tanggalkan segala hal yang berkaitan dengan paganisme (penyembahan berhala) dan mengganti nama “Syah Zinan” yang berarti ratunya para wanita menjadi “Ghazalah.”

Ghazalah amat bahagia menjadi istri dari suami yang paling baik dan paling layak untuk mendapatkan putri raja.Sehingga tiada lagi yang dia cita-citakan selain mendapatkan karunia anak.

Beberapa waktu kemudian, Allah pun memuliakan beliau, tidak lama kemudian beliau dikaruniai seorang anak yang tampan. Beliau memberinya nama Ali, sama dengan nama kakeknya Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.

Hanya saja, kebahagiaan itu tak lama dirasakan Ghazalah.Ia segera memenuhi panggilan Rabb-nya akibat pendarahan terus-menerus sesudah melahirkan. Sehingga tidak ada kesempata bagi beliau untuk bersenang-senang dengan anaknya.

Kini, anak tersebut dirawat oleh seorang budak wanita.Dia dicintai seperti darah dagingnya sendiri, dipelihara lebih baik daripada anaknya sendiri. Maka si kecil itu tumbuh tanpa mengenal ibu lain selain budak wanita itu.

Menginjak usia remaja, Ali bin Husein sangat tekun dan antusias menuntut ilmu. Madrasah pertama beliau adalah rumahnya sendiri, rumah yang paling mulia dan gurunya pun ayahandanya sendiri.Madrasah yang kedua adalah Masjid Nabawi asy-Syarif yang ramai dikunjungi sisa-sisa shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan generasi pertama tabi’in.

Mereka begitu bersemangat mendidik para putra shahabat utama. Mengajari Kitabullah, fiqih, serta riwayat hadis-hadis nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sesuai dengan target dan obyek yang ditujunya. Juga menceritakan tentang perjalanan dan perjuangan Rasulullah, tentang syair-syair Arab dan keindahannya.

Mengisi hati mereka dengan kecintaan, takut, dan ketakwaan kepada AllahSubhanahu wa Ta’ala. Dan akhirnya mereka berhasil menjadi ulama yang mau beramal dan menjadi pembimbing bagi orang-orang yang mendapat petunjuk.

Hanya saja hati Ali bin Husein tidaklah terkait kepada sesuatu melebihi keterpautan hatinya terhadap Kitabullah. Tak ada hal lain yang lebih dikagumi sekaligus ditakuti daripada kalimat-kalimat, janji dan ancaman yang ada di dalamnya.

Jika ayat yang beliau baca menyebut-nyebut tentang surga, serasa terbang kerinduan beliau terhadapnya. Bila membaca ayat-ayat tentang neraka, gentar gemetar seakan melihat dan merasakan panas api di tubuhnya.

Memasuki usia dewasa, dia tumbuh menjadi seorang pemuda yang kaya ilmu dan ketaqwaan. Penduduk Madinah mendapatinya sebagai pemuda Bani Hasyim yang patut diteladani ibadah dan ketaqwaannya, terhormat, luas pengetahuan, dan ilmunya, mencapai puncak ibadah dan takwanya.Sampai-sampai setiap kali selesai wudhu terlihat wajahnya pucat pasi seperti orang ketakutan.Bila ditanya tentang hal itu beliau menjawab, “Duhai celaka, tidakkah kalian tahu, kepada siapa aku akan menghadap dan siapa yang akan aku ajak berbicara?”

Melihat kepribadian beliau tersebut, kaumnya memberikan julukan “Zainul Abidin” (Hiasan para ahli ibadah) dan julukan ini justru lebih dikenal daripada nama aslinya. Selain itu, karena sujud yang sangat lama, penduduk Madinah juga menyebutnya sebagai “as-Sajjad.”Dan karena jiwanya yang bersih, dijuluki pula dengan “Az-Zakiy.”

Zainul Abidin yakin bahwa sumsum ibadah adalah doa. Beliau sendiri paling gemar berdoa di tirai Ka’bah dengan doanya, “Wahai Rabb-ku, Engkau menjadikan aku merasakan rahmat-Mu kepadaku seperti yang kurasakan dan Engkau berikan nikmat kepadaku sebagaimana yang Engkau anugerahkan, sehingga aku berdoa dalam ketenangan tanpa rasa takut dan meminta sesuka hatiku tanpa malu dan ragu. Wahai Rabb-ku, aku berwasilah kepada-Mu dengan wasilah seorang hamba lemah yang sangat membutuhkan rahmat dan kekuatan-Mu demi melaksanakan kewajiban dan menunaikan hak-Mu. Maka terimalah doaku, doa orang yang lemah, asing dan tak ada yang mampu menolong kecuali Engkau semata, wahai Akramal Akramin…”
hawus bin Kaisan pernah melihat Zainul Abidin berdiri di bawah bayang-bayang Baitul Atiq (ka’bah), gelagapan seperti orang tenggelam, menangis seperti ratapan seorang penderita sakit dan berdoa terus-menerus seperti orang yang sedang terdesak kebutuhan yang sangat. Setelah Zainul Abidin selesai berdoa, Thawus bin Kaisan mendekat dan berkata,

Thawus: “Wahai cicit Rasulullah, kulihat Anda dalam keadaan demikian padahal Anda memiliki tiga keutamaan yang saya mengira bisa mengamankan Anda dari rasa takut.”
Zainul Abidin: “Apakah itu wahai Thawus?”
Thawus: “Pertama, Anda adalah keturunan Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam. Kedua, Anda akan mendapatkan syafaat dari kakek Anda dan ketiga, rahmat Allah bagi Anda.”
Zainul Abidin: “Wahai Thawus, garis keturunanku dari Rasulullah tidak menjamin keamananku setelah kudengar firman Allah:
“...kemudian ditiup lagi sangkakala, maka tidak ada lagi pertalian nasab di antara mereka hari itu…” (QS. Al-Kahfi: 99)
Adapun tentang syafaat kakekku, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkan firman-Nya:
“Mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai Allah.” (QS. Al-Anbiya: 28)
Sedangkan mengenai rahmat Allah, lihatlah firman-Nya:
“Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-A’raf: 56)
Takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki, ketakwaan Zainul Abidin benar-benar tak terlampaui orang lain. Kebijakannya, kedermawanannya dan sifat sebenarnya.Tak heran bila kisah hidupnya senantiasa menyemarakkan buku-buku sejarah dan mengharumkan lembar-lembarnya dengan keluhuran budinya. Di antaranya adalah riwayat dari Hasan bin Hasan:
Pernah terjadi perselisihan antara aku dengan putra pamanku, Zainul Abidin.Kudatangi dia tatkala berada di masjid bersama shahabat-shahabatnya.Aku memakinya habis-habisan, tapi dia hanya diam membisu sampai aku pulang.Malam harinya ada orang mengetuk pintu rumahku.Aku membukanya untuk melihat siapa gerangan yang datang.Ternyata Zainul Abidin. Tak aku sangsikan lagi, dia pasti akan membalas perlakuanku tadi siang. Namun ternyata dia hanya bicara, “Wahai saudaraku, bila apa yang Anda katakan tadi benar, semoga AllahSubhanahu wa Ta’ala mengampuniku. Dan jika yang Anda katakan tidak benar, semoga Dia mengampunimu…” Kemudian beliau berlalu setelah mengucapkan salam.
Merasa bersalah, aku mengejarnya dan berkata, “Sungguh, aku tak akan mengulangi kata-kata yang tidak  Anda sukai.” Beliau berkata, “Saya telah memaafkan Anda.”
Kisah lain diceritakan oleh seorang pemuda Madinah meriwayatkan, “Ketika melihat Zainul Abidin keluar dari masjid, aku mengikutinya dan langsung memakinya. Ternyata hal itu membuat orang-orang marah.Mereka berkerumun hendak mengeroyok aku.Seandainya mereka benar-benar melakukannya, pastilah aku babak belur.Untunglah ketika itu Zainul Abidin berkata, “Biarkanlah orang ini.”Maka merekapun membiarkan diriku.

Melihat aku gemetar ketakutan, dia menatap dengan wajah bershahabat dan menenteramkan hati, lalu berkata, “Engkau telah mencelaku sejauh yang kamu ketahui, padahal apa yang tidak Anda ketahui lebih besar lagi.Adakah Anda memiliki keperluan sehingga saya bisa membantu Anda?”
Aku menjadi malu sekali dan tak bisa berkata apa-apa.Begitu melihat gelagatku, beliau memberikan baju dan uang seribu dirham.Sejak itu setiap kali melihatnya aku berkata, “Saya bersaksi bahwa Anda memang benar-benar keturunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Kisah berikutnya dituturkan oleh pembantunya sendiri, “Aku adalah pembantu Ali bin Husein. Suatu kali aku disuruh memenuhi salah satu kebutuhannya, tapi aku terlambat melakukannya.Begitu aku datang langsung dicambuk olehnya.

Aku menangis bercampur marah sebab dia tak pernah mencambuk siapapun sebelum itu. Aku berkata, “Allah… Allah… Wahai Ali bin Husein, mengapa tatkala Anda menyuruhku memenuhi keperluanmu, namun setelah kupenuhi Anda justru memukulku?”

Beliau terkejut lalu menangis mendengar kata-kataku.Lalu berkata, “Pergilah ke Masjid Nabawi, shalatlah dua rakaat kemudian berdoalah, ‘Ya Allah, ampunilah Ali bin Husein.”Bila engkau mau melakukannya, engkau akan aku merdekakan.”Aku mengikuti kata-katanya.Aku shalat dan berdoa seperti yang dimintanya.Ketika kembali ke rumahnya, diriku telah menjadi orang yang bebas merdeka.”

Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan karunia kekayaan yang melimpah kepada Zainul Abidin. Perdagangannya selalu untung dan tanah pertaniannya subur, dikelola para budaknya.Makin hari makin maju perdagangan dan pertaniannya semakin bertambah banyak hartanya.

Akan tetapi Zainul Abidin tidak bersenang-senang dengan kekayaannya itu.Sikapnya tidak berubah.Kekayaannya dimanfaatkan untuk membangun jalan kebaikan menuju akhirat.Begitulah, kekayaan menjadi indah di tangan hamba yang shalih.Di antara amal shalih yang beliau sukai adalah bersedekah dengan sembunyi-sembunyi.

Di saat malam mulai gelap, beliau memikul sekarung tepung di punggungnya, keluar menembus kegelapan malam ketika orang-orang tidur nyenyak.Beliau berkeliling ke rumah para fakir miskin yang tak suka menadahkan tangannya.

Tidak heran jika banyak orang miskin Madinah yang hidup tanpa mengetahui dari mana jatuhnya rezeki untuk mereka itu. Setelah Ali bin Husein wafat dan mereka tak lagi menerima rezeki-rezeki itu, barulah mereka menyadari siapakah gerangan manusia dermawan itu.
Sewaktu jenazah Zainul Abidin dimandikan, terlihat ada bekas hitam di punggungnya, sehingga bertanyalah mereka yang memandikannya: “Bekas apa ini?” di antara yang hadir menjawab, “Itu adalah bekas karung-karung tepung yang selalu dipikulnya ke seratus rumah di Madinah ini.” Setelah wafatnya Zainul Abidin, terputus sudah bantuan bagi fakir miskin itu.
Pembebasan budak secara besar-besaran yang dilakukan Zainul Abidin disebarkan oleh para perantau ke timur dan barat.Tingkah lakunya seakan seperti dongeng yang direkayasa dan banyaknya melebihi hitungan orang yang membilangnya.
Zainul Abidin biasa memerdekaakn budak yang bekerja dengan baik sebagai imbalan untuk mereka.Beliau juga membebaskan budak yang terlanjur dipukul atau dianiaya sebagai tebusan.Diriwyatkan bahwa dia telah memerdekakan seribu orang budak dan tak pernah memakai tenaga seorang budak lebih dari satu tahun.Kebanyakan dari mereka dimerdekakan pada malam ‘iedul Fithri, malam yang penuh berkah. Dimintanya mereka menghadap ke kiblat dan berdoa: “Ya Allah, ampunilah Ali bin Husein,” sebelum mereka pergi, beliau memberinya bekal dua kali lipat untuk berlebaran agar mereka merasakan kebahagiaan yang berlipat.
Beliau dicintai dan dihromati oleh segenap penduduk Madinah.Bila beliau berjalan menuju masjid atau kembali darinya, orang-orang selalu memperhatikannya dari tepi-tepi jalan.
Pernah Hisyam bin Abdul Malik yang sedang menjabat sebagai Amirul Mukminin datang ke Mekah untuk berhaji. Ketika beliau thawaf dan hendak mencium Hajar Aswad, para pengawal memerintahkan orang-orang supaya melapangkan jalan untuknya. Namun mereka tak mau minggir dan tak menghiraukan rombongan Amirul Mukminin, karena itu adalah rumah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan semua manusia adalah hamba-Nya.
Sementara itu dari kejauhan terdengar suara tahlil (laa ilaaha illallah) dan takbir, di tengah-tengah kerumunan terlihat seseorang berperawakan kecil, wajahnya bercahaya, nampak tenang, dan berwibawa.Dia mengenakan kain dan jubah, di dahinya tampak bekas sujud.Orang-orang berdiri berjajar, menyambut dengan pandangan penuh cinta dan kerinduan.Dia terus berjalan menuju Hajar Aswad kemudian menciumnya.
Seorang pengawalnya menoleh ke arah Hisyam: “Siapa orang yang dihormati sedemikian rupa oleh rakyat itu?” Hisyam berkata, “Aku tidak tahu.”Kebetulan di dekat situ hadir Farazdak, lalu dia berkata, “Barangkali Hisyam tidak kenal, tapi saya mengenalnya. Beliau adalah Ali bin Husein.” Selanjutnya dia bersyair:
Orang ini, bebatuan yang diinjaknya pun mengetahuinya

Tanah Haram dan Baitullah pun mengenalnya
Dialah putra terbaik di antara hamba Allah seluruhnya
Berjiwa takwa, suci, bersih, dan luasnya ilmunya
Dialah cucu Fathimah jika Anda belum mengenalnya
Cicit dari orang yang mana Allah menutup para Nabi dengannya
Pertanyaanmu “siapa dia” tak mengurangi ketenarannya
Orang Arab dan Ajam mengenal, meski kau tak mengenalnya
Kedua tangannya laksana hujan yang semua memanfaatkannya
Manusia membutuhkan uluran tangannya
Tak ada yang dikecewakan olehnya
Tiada pernah berkata “tidak” selain dalam tasyahudnya
Kalaulah bukan karena syahadah, niscaya hanya ada kata “ya”
Menyebarkan kebaikan di tengah manusia
Sirnalah kezhaliman, miskin, dan papa
Jika orang Quraisy melihatnya pastilah berkata:
Sampai setinggi itukah kemuliaannya?
Tertunduk mata karena malu kepadanya
Merasa kerdil melihat kehebatannya
Tak pernah lupa tersenyum tatkala berkata-kata
Di tangannya tergenggam tongkat yang harum aromanya
Dari tangan manusia cerdas hidung mencium bau wanginya
Keturunan Rasulullah dia asalnya

Alangkah mulia asalnya, akhlaknya, dan juga perangainya
Semoga Allah meridhai cicit dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini dan beliau pun ridha. Sungguh beliau adalah potret manusia yang takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala baik tatkala sendiri maupun dalam keramaian, memenuhi jiwanya dengan ketakutan terhadap siksa Allah dan harapan akan limpahan pahala-Nya.

Sumber: 
Mereka adalah Para Tabi’in, 
Dr. Abdurrahman Ra’at Basya, 
At-Tibyan, Cetakan VIII, 2009

  Bismillahir Rahmanir Rahim.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Di bawah ini merupakan salah satu  dari Hadist Nabi Muhammad Shallahu 'Alaihi Wasallam yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi. Yaitu ada enam golongan manusia yang di kutuk oleh Allah SWT dan para nabi yang lain :

1. Orang yang menambah isi kitab Allah, yaitu orang yang memasukkan sesuatu yang tidak ada dalam Al-Qur'an dan menakwilkannya dengan sesuatu yang tidak benar.

2. Orang yang mendustakan ketentuan (Qadar) Allah.

3. Penguasa yang bertindak sewenang-wenang, bertindak sombong dan kejam.

4. Orang yang menghalalkan apa yang telah di haramkan oleh Allah.

5. Orang yang melakukan perbuatan terlarang terhadap keturunan dan kerabat Rasulullah SAW, yaitu orang yang berlaku maksiat, mendurhakai dan mendzalimi keturunan dan kerabat Rasulullah.

6. Orang yang berpaling dari sunnah Rasulullah SAW

Semoga kita semua terhindar dari enam sifat di atas agar kita terhindar dari laknat-nya Allah dan para Nabi. Aamiin Yaa Rabbal 'Aalamiin.



Sumber : Kitab Nashaihul 'Ibad Karya Syeikh Nawawi Al Bantani


Lakunya naga tahun, dipakai bagi orang yang akan bepergian penting, mencari rizki, memindahkan rumah dll. Dalam naga tahun ini banyak sangsi-sangsi yang harus dimengerti (tidak sampai mendatangi ke arah tempatnya) jika sampai terjadi maka maka berakibat membahayakan.
  Adapun naga tahun berada tetap dalam masa 3 bulan, kemudian beralih tempatnya. Inilah lakunya naga tahu.



NO


NAMA BULAN

T E M P A T

1.


ZULHIJAH, MUHARAM, DAN SAFAR


DI SEBELAH UTARA

2.


RABI’UL AWAL, RABI’UL AKHIR, DAN JUMADIL AWAL


DI SEBELAH TIMUR


3.


JUMADI AKHIR, RAJAB, DAN RUWAH


DI SEBELAH SELATAN


4.


RAMADHON, SYAWAL DAN DZULQA’ DOH


DI SEBELAH BARAT



1.    Pernikahan pada bulan Suro : Alamat keluarga kedua mempelai itu ada yang meninggal sering kecurian oleh sebab itu mendapat kesusahan bila melangsungkan pernikahan anak pada bulan ini tidak baik, kalau tidak suami istri berumur pendek, kehidupam mereka senantiasa dalam kesukaran oelh macam-macam kesukaran dan halangan. Segala apa yang dimiliki ada barang panas, jarang bisa awet, dapatnya gampang, tetapi hilangnya  lebih mudah lagi, jadi keputusannya : sebaiknya jangan mengawinkan anak pada bulan ini. 

2.    Pernikahan pada bulan Safar : Keluarga mempelai banyak hutang dan penganten baru baru akan menderita dalam  berumah tangga, sekalipun telah berusaha semaksimal mungkin tetapi hasilnya nol. Oleh karena itu jangan melangsungkan pernikahan pada bulan ini.

3.    Pernikahan pada bulan Rabi’ul awal : berakibat tidak baik atau salah satunya ada yang meninggal atau diganggu penyakit, sekalipun telah berusaha semaksimal mungkiin dan megeluarkan modal banyak, tetapi hasilnya kosong, bahkan salah satunya tiba-tiba kena pangaruh jahat, sehingga rumah tangga jadi kalut hawanya selalau panas. Oleh karena itu tidak baik dan jarang orang melangsungkan pernikahan pada bulan ini.

4.    Pernikahan pada bulan Rabi’ul akhir : Banyak orang yang memfitnah dan rintangan, berakibat pindah-pindah tempat sekalipun demikian tetap di mana mereka berdua bertempat tinggal di sana orang memfitnahnya, mereka sering diancam mara bahaya karena tidak mampu membendung fitnah orang-orang yang jahat. Oleh karena itu tidak baik dan jarang orang melangsungkan pernikahan pada bulan ini.

5.    Pernikahan pada bulan Jumadil awal : Sering didatangi pencuri dan banyak musuh, karena panas hati kepada mereka berdua, banyak orang yang sengaja menghalangi mereka, siang malam fikiranya tidak tenang sering bangun terkejut, karena diganggu pencuri atau  penajahat dari jauh dan dekat, bahkan di siang hari penjahatnya dapat dikenal orangnya, segala yang dimiliki tidak bisa bertahan lama. Oleh karena itu jangan melangsungkan pernikahan pada bulan ini.

6.    Pernikahan pada bulan Jumadil akhir : Mereka berdua selalu memperolah kebaikan dan kebahagian, sekalipun mereka suatu waktu menderita susah atau menyesal, tetapi lekas dapat di atasi, mereka berdua mudah beruntung, nerima (merasa puas) dengan apa adanya. Jalan berbakti kepada Tuhan akan dapat mereka temukan, tetapi ada naasnya dalam bulan-bulandiantaranya pada tanggal : 13,16,17,20,26,27, dan 28. oleh karena itu/hari naas itu peril diingat-ingat sekalipun pernikahan pada bulan ini tergolong baik.

7.    Pernikahan pada bulan Rajab : Mendapat keselamatan dan beruntung, penghidupan mereka baik sekalipun tidak kaya, banyak berkah Tuhan, akan ketemu jalan berdangan asal kerja rajin akan mendapat untung yang mengembirakan. Keuntungan dari berdagang akan menjadikan mereka berdua bahagia, tetapi keuntungan itu sudah takdir tidak untuk dirinya sendiri saja. Melangsungkan pernikahan pada bulan ini baik, tetapi ada hari-hari naas yang tidak boleh dilanggar yaitu : tanggal 1.6.11,12,13,14 dan 15.   

8.    Pernikahan pada bulan Ruwah : Mereka banyak memperoleh rizki, selamat dan keuntungan. Ada hal yang perlu diingat yaitu pada suatu ketika tidak lagi menghargai keuntungan kecil, entak lima rupiah atau nasi sepincuk. Hal ini harus diingat dan jaga benar-benar jangan sampai terjadi atau dilanggar, karena sekalipun nikmat kecil orang harus pandai bersukur kalau tidak berakibat jelek, bahkan tidak menututup kemungkuinan akan mengalami krisis rizki, oleh Karena itu sekalipun melangsungkan pernikahan pada bulan ini baik, tetapi ada hari naas yang tidak boleh dilanggar yaitu pada tanggal 6,7,8,11,18, dan 27.



9.    Pernikahan pada bulan Puasa : Mereka berdua selalu diliputi kesusahan, penghidupannya tidak tetap, kesukaran terus menurus tiada habisnya. Bahkan salah satunya ada yang meninggal. Bulan ini adalah saat orang banyak memusatkan fikiran-fikiran suci, karenanya melangsungka pernikahan pada bulan ini tidak baik, apalagi jika tepat pada naasnya yaitu : pada tanggal 2,3,27,28dan 29.

10.     Pernikahan pada bulan Sawal : Melarat terus, banyak hutang, orang tua berbuat dosa pada anaknya sendiri, siang malam rumah tangga tidak bisa tentram, sehingga merasakan bosan hidup. Oleh karena itu sangat tidak baik melangsungkan pernikahan pada bulan ini.

11.     Pernikahan pada bulan Hapit/Selo : Mudah bercerai, banyak musuh selalu bersengketa, dalam pergaulan banyak orang benci kepada mereka berdua, sekalipun pada lahirnya mereka baik, penghidupan sering kacau karena ribut dengan orang lain. Rumah tangga kacau karena terganggu penggaruh dari luar. Penghidupan mereka sangat pahit, sering bertengkar, sehingga suami istri bosan hidup berumah tangga ingin bercerai, dalam hal ini tergantung kepada budi pekerti mereka masing-masing, apakah dapat menolak bahaya-bahay ini ataukah tidak, karena bulan ini sangat jahat untuk melangsungkan pernikahan.

12.     Pernikahan pada bulan Besar/Haji : Beruntung, bahagia dan menggembirakan, karena banyak rizkinya, tali pernikahaan menjadi sangat kuat  karena saling menyinta dan akan selamat mendapat perlindungsan Tuhan. Bulan inilah yang paling baik untuk melangsungkan pernikahan, tetapi perlu diingat ada juga hari-hari naasnya yaitu tanggal : 2,3,4,5,12,15,22,25,27.

    Demikianlah, Allah Maha Mengetahui dan Maha Besar


Tahun itu, tamatlah riwayat kekaisaran Persia.Yazdajird, kaisar terakhir Persi wafat di pengasingan, sementara seluruh harta, prajurit dan kerabat istana menjadi tawanan kaum muslimin.Semuanya diangkut ke Madinah al-Munawarah.

Kemenangan kaum muslimin itu menghasilkan tawanan yang berjumlah banyak, dari kalangan terhormat dan belum pernah penduduk Madinah melihat hasil ghanimah sebanyak dan begitu berharga seperti itu.Di antara para tawanan tersebut terdapat pula tiga orang putri kaisar Yazdajird.
Orang-orang memperhatikan para tawanan tersebut dan beberapa saat kemudian sebagian mereka ikut membelinya, sedangkan bayarannya dimasukkan ke baitul maal kaum muslimin.Tidak ada lagi yang tertinggal selain para putri kaisar yang sangat jelita lagi masih belia.
Ketika ditawarkan untuk dijual, mereka semua tertunduk ke bumi merasa hina dan rendah.Air mata meleleh dari kedua pipi mereka.
Ali bin Abi Thalib merasa iba melihatnya dan berharap semoga orang yang akan membeli para putri itu adalah orang yang bisa menghargai martabat mereka dan sanggup memelihara mereka dengan baik, sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Kasihanilah para bangsawan yang terhina.
Dengan segera beliau mendekati Amirul Mukminin Umar bin Khathab dan mengusulkan: “Para putri kaisar itu sebaiknya tidak diperlakukan seperti tawanan lainnya.” Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Engkau benar, tapi bagaimana caranya?”Ali berkata, “Umumkan harga mereka setinggi mungkin, lalu beri mereka kebebasan untuk memilih orang yang bersedia membayarnya.”
Saran Ali disetujui dan segera dilaksanakan oleh Umar. Putri yang pertama memilih Abdullah bin Umar, putri kedua memilih Muhammad bin Abu Bakar, sedangkan ketiga yang dipanggil dengan Syah Zinaan memilih Husein bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, cucu Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tak lama setelah itu, putri yang ketiga langsung memeluk Islam dan bagus keislamannya.Sehingga dia beruntung dengan agama yang lurus, juga dimerdekakan dan dijadikan istri oleh Husein setelah tadinya berstatus budak. Setelah itu dia tanggalkan segala hal yang berkaitan dengan paganisme (penyembahan berhala) dan mengganti nama “Syah Zinan” yang berarti ratunya para wanita menjadi “Ghazalah.”
Ghazalah amat bahagia menjadi istri dari suami yang paling baik dan paling layak untuk mendapatkan putri raja.Sehingga tiada lagi yang dia cita-citakan selain mendapatkan karunia anak.
Beberapa waktu kemudian, Allah pun memuliakan beliau, tidak lama kemudian beliau dikaruniai seorang anak yang tampan. Beliau memberinya nama Ali, sama dengan nama kakeknya Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
Hanya saja, kebahagiaan itu tak lama dirasakan Ghazalah.Ia segera memenuhi panggilan Rabb-nya akibat pendarahan terus-menerus sesudah melahirkan. Sehingga tidak ada kesempata bagi beliau untuk bersenang-senang dengan anaknya.
Kini, anak tersebut dirawat oleh seorang budak wanita.Dia dicintai seperti darah dagingnya sendiri, dipelihara lebih baik daripada anaknya sendiri. Maka si kecil itu tumbuh tanpa mengenal ibu lain selain budak wanita itu.
Menginjak usia remaja, Ali bin Husein sangat tekun dan antusias menuntut ilmu. Madrasah pertama beliau adalah rumahnya sendiri, rumah yang paling mulia dan gurunya pun ayahandanya sendiri.Madrasah yang kedua adalah Masjid Nabawi asy-Syarif yang ramai dikunjungi sisa-sisa shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan generasi pertama tabi’in.
Mereka begitu bersemangat mendidik para putra shahabat utama. Mengajari Kitabullah, fiqih, serta riwayat hadis-hadis nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sesuai dengan target dan obyek yang ditujunya. Juga menceritakan tentang perjalanan dan perjuangan Rasulullah, tentang syair-syair Arab dan keindahannya. Mengisi hati mereka dengan kecintaan, takut, dan ketakwaan kepada AllahSubhanahu wa Ta’ala. Dan akhirnya mereka berhasil menjadi ulama yang mau beramal dan menjadi pembimbing bagi orang-orang yang mendapat petunjuk.
Hanya saja hati Ali bin Husein tidaklah terkait kepada sesuatu melebihi keterpautan hatinya terhadap Kitabullah. Tak ada hal lain yang lebih dikagumi sekaligus ditakuti daripada kalimat-kalimat, janji dan ancaman yang ada di dalamnya.
Jika ayat yang beliau baca menyebut-nyebut tentang surga, serasa terbang kerinduan beliau terhadapnya. Bila membaca ayat-ayat tentang neraka, gentar gemetar seakan melihat dan merasakan panas api di tubuhnya.
Memasuki usia dewasa, dia tumbuh menjadi seorang pemuda yang kaya ilmu dan ketaqwaan. Penduduk Madinah mendapatinya sebagai pemuda Bani Hasyim yang patut diteladani ibadah dan ketaqwaannya, terhormat, luas pengetahuan, dan ilmunya, mencapai puncak ibadah dan takwanya.Sampai-sampai setiap kali selesai wudhu terlihat wajahnya pucat pasi seperti orang ketakutan.Bila ditanya tentang hal itu beliau menjawab, “Duhai celaka, tidakkah kalian tahu, kepada siapa aku akan menghadap dan siapa yang akan aku ajak berbicara?”
Melihat kepribadian beliau tersebut, kaumnya memberikan julukan “Zainul Abidin” (Hiasan para ahli ibadah) dan julukan ini justru lebih dikenal daripada nama aslinya. Selain itu, karena sujud yang sangat lama, penduduk Madinah juga menyebutnya sebagai “as-Sajjad.”Dan karena jiwanya yang bersih, dijuluki pula dengan “Az-Zakiy.”
Zainul Abidin yakin bahwa sumsum ibadah adalah doa. Beliau sendiri paling gemar berdoa di tirai Ka’bah dengan doanya, “Wahai Rabb-ku, Engkau menjadikan aku merasakan rahmat-Mu kepadaku seperti yang kurasakan dan Engkau berikan nikmat kepadaku sebagaimana yang Engkau anugerahkan, sehingga aku berdoa dalam ketenangan tanpa rasa takut dan meminta sesuka hatiku tanpa malu dan ragu. Wahai Rabb-ku, aku berwasilah kepada-Mu dengan wasilah seorang hamba lemah yang sangat membutuhkan rahmat dan kekuatan-Mu demi melaksanakan kewajiban dan menunaikan hak-Mu. Maka terimalah doaku, doa orang yang lemah, asing dan tak ada yang mampu menolong kecuali Engkau semata, wahai Akramal Akramin…”
Thawus bin Kaisan pernah melihat Zainul Abidin berdiri di bawah bayang-bayang Baitul Atiq (ka’bah), gelagapan seperti orang tenggelam, menangis seperti ratapan seorang penderita sakit dan berdoa terus-menerus seperti orang yang sedang terdesak kebutuhan yang sangat. Setelah Zainul Abidin selesai berdoa, Thawus bin Kaisan mendekat dan berkata,
Thawus: “Wahai cicit Rasulullah, kulihat Anda dalam keadaan demikian padahal Anda memiliki tiga keutamaan yang saya mengira bisa mengamankan Anda dari rasa takut.”
Zainul Abidin: “Apakah itu wahai Thawus?”
Thawus: “Pertama, Anda adalah keturunan Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam. Kedua, Anda akan mendapatkan syafaat dari kakek Anda dan ketiga, rahmat Allah bagi Anda.”
Zainul Abidin: “Wahai Thawus, garis keturunanku dari Rasulullah tidak menjamin keamananku setelah kudengar firman Allah:
...kemudian ditiup lagi sangkakala, maka tidak ada lagi pertalian nasab di antara mereka hari itu…” (QS. Al-Kahfi: 99)
Adapun tentang syafaat kakekku, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkan firman-Nya:
Mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai Allah.” (QS. Al-Anbiya: 28)
Sedangkan mengenai rahmat Allah, lihatlah firman-Nya:
Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-A’raf: 56)
Takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki, ketakwaan Zainul Abidin benar-benar tak terlampaui orang lain. Kebijakannya, kedermawanannya dan sifat sebenarnya.Tak heran bila kisah hidupnya senantiasa menyemarakkan buku-buku sejarah dan mengharumkan lembar-lembarnya dengan keluhuran budinya. Di antaranya adalah riwayat dari Hasan bin Hasan:
Pernah terjadi perselisihan antara aku dengan putra pamanku, Zainul Abidin.Kudatangi dia tatkala berada di masjid bersama shahabat-shahabatnya.Aku memakinya habis-habisan, tapi dia hanya diam membisu sampai aku pulang.Malam harinya ada orang mengetuk pintu rumahku.Aku membukanya untuk melihat siapa gerangan yang datang.Ternyata Zainul Abidin. Tak aku sangsikan lagi, dia pasti akan membalas perlakuanku tadi siang. Namun ternyata dia hanya bicara, “Wahai saudaraku, bila apa yang Anda katakan tadi benar, semoga AllahSubhanahu wa Ta’ala mengampuniku. Dan jika yang Anda katakan tidak benar, semoga Dia mengampunimu…” Kemudian beliau berlalu setelah mengucapkan salam.
Merasa bersalah, aku mengejarnya dan berkata, “Sungguh, aku tak akan mengulangi kata-kata yang tidak  Anda sukai.” Beliau berkata, “Saya telah memaafkan Anda.”
Kisah lain diceritakan oleh seorang pemuda Madinah meriwayatkan, “Ketika melihat Zainul Abidin keluar dari masjid, aku mengikutinya dan langsung memakinya. Ternyata hal itu membuat orang-orang marah.Mereka berkerumun hendak mengeroyok aku.Seandainya mereka benar-benar melakukannya, pastilah aku babak belur.Untunglah ketika itu Zainul Abidin berkata, “Biarkanlah orang ini.”Maka merekapun membiarkan diriku.
Melihat aku gemetar ketakutan, dia menatap dengan wajah bershahabat dan menenteramkan hati, lalu berkata, “Engkau telah mencelaku sejauh yang kamu ketahui, padahal apa yang tidak Anda ketahui lebih besar lagi.Adakah Anda memiliki keperluan sehingga saya bisa membantu Anda?”
Aku menjadi malu sekali dan tak bisa berkata apa-apa.Begitu melihat gelagatku, beliau memberikan baju dan uang seribu dirham.Sejak itu setiap kali melihatnya aku berkata, “Saya bersaksi bahwa Anda memang benar-benar keturunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Kisah berikutnya dituturkan oleh pembantunya sendiri, “Aku adalah pembantu Ali bin Husein. Suatu kali aku disuruh memenuhi salah satu kebutuhannya, tapi aku terlambat melakukannya.Begitu aku datang langsung dicambuk olehnya.
Aku menangis bercampur marah sebab dia tak pernah mencambuk siapapun sebelum itu. Aku berkata, “Allah… Allah… Wahai Ali bin Husein, mengapa tatkala Anda menyuruhku memenuhi keperluanmu, namun setelah kupenuhi Anda justru memukulku?”
Beliau terkejut lalu menangis mendengar kata-kataku.Lalu berkata, “Pergilah ke Masjid Nabawi, shalatlah dua rakaat kemudian berdoalah, ‘Ya Allah, ampunilah Ali bin Husein.”Bila engkau mau melakukannya, engkau akan aku merdekakan.”Aku mengikuti kata-katanya.Aku shalat dan berdoa seperti yang dimintanya.Ketika kembali ke rumahnya, diriku telah menjadi orang yang bebas merdeka.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan karunia kekayaan yang melimpah kepada Zainul Abidin. Perdagangannya selalu untung dan tanah pertaniannya subur, dikelola para budaknya.Makin hari makin maju perdagangan dan pertaniannya semakin bertambah banyak hartanya.
Akan tetapi Zainul Abidin tidak bersenang-senang dengan kekayaannya itu.Sikapnya tidak berubah.Kekayaannya dimanfaatkan untuk membangun jalan kebaikan menuju akhirat.Begitulah, kekayaan menjadi indah di tangan hamba yang shalih.Di antara amal shalih yang beliau sukai adalah bersedekah dengan sembunyi-sembunyi.
Di saat malam mulai gelap, beliau memikul sekarung tepung di punggungnya, keluar menembus kegelapan malam ketika orang-orang tidur nyenyak.Beliau berkeliling ke rumah para fakir miskin yang tak suka menadahkan tangannya.
Tidak heran jika banyak orang miskin Madinah yang hidup tanpa mengetahui dari mana jatuhnya rezeki untuk mereka itu. Setelah Ali bin Husein wafat dan mereka tak lagi menerima rezeki-rezeki itu, barulah mereka menyadari siapakah gerangan manusia dermawan itu.
Sewaktu jenazah Zainul Abidin dimandikan, terlihat ada bekas hitam di punggungnya, sehingga bertanyalah mereka yang memandikannya: “Bekas apa ini?” di antara yang hadir menjawab, “Itu adalah bekas karung-karung tepung yang selalu dipikulnya ke seratus rumah di Madinah ini.” Setelah wafatnya Zainul Abidin, terputus sudah bantuan bagi fakir miskin itu.
Pembebasan budak secara besar-besaran yang dilakukan Zainul Abidin disebarkan oleh para perantau ke timur dan barat.Tingkah lakunya seakan seperti dongeng yang direkayasa dan banyaknya melebihi hitungan orang yang membilangnya.
Zainul Abidin biasa memerdekaakn budak yang bekerja dengan baik sebagai imbalan untuk mereka.Beliau juga membebaskan budak yang terlanjur dipukul atau dianiaya sebagai tebusan.Diriwyatkan bahwa dia telah memerdekakan seribu orang budak dan tak pernah memakai tenaga seorang budak lebih dari satu tahun.Kebanyakan dari mereka dimerdekakan pada malam ‘iedul Fithri, malam yang penuh berkah. Dimintanya mereka menghadap ke kiblat dan berdoa: “Ya Allah, ampunilah Ali bin Husein,” sebelum mereka pergi, beliau memberinya bekal dua kali lipat untuk berlebaran agar mereka merasakan kebahagiaan yang berlipat.
Beliau dicintai dan dihromati oleh segenap penduduk Madinah.Bila beliau berjalan menuju masjid atau kembali darinya, orang-orang selalu memperhatikannya dari tepi-tepi jalan.
Pernah Hisyam bin Abdul Malik yang sedang menjabat sebagai Amirul Mukminin datang ke Mekah untuk berhaji. Ketika beliau thawaf dan hendak mencium Hajar Aswad, para pengawal memerintahkan orang-orang supaya melapangkan jalan untuknya. Namun mereka tak mau minggir dan tak menghiraukan rombongan Amirul Mukminin, karena itu adalah rumah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan semua manusia adalah hamba-Nya.
Sementara itu dari kejauhan terdengar suara tahlil (laa ilaaha illallah) dan takbir, di tengah-tengah kerumunan terlihat seseorang berperawakan kecil, wajahnya bercahaya, nampak tenang, dan berwibawa.Dia mengenakan kain dan jubah, di dahinya tampak bekas sujud.Orang-orang berdiri berjajar, menyambut dengan pandangan penuh cinta dan kerinduan.Dia terus berjalan menuju Hajar Aswad kemudian menciumnya.
Seorang pengawalnya menoleh ke arah Hisyam: “Siapa orang yang dihormati sedemikian rupa oleh rakyat itu?” Hisyam berkata, “Aku tidak tahu.”Kebetulan di dekat situ hadir Farazdak, lalu dia berkata, “Barangkali Hisyam tidak kenal, tapi saya mengenalnya. Beliau adalah Ali bin Husein.” Selanjutnya dia bersyair:
Orang ini, bebatuan yang diinjaknya pun mengetahuinya
Tanah Haram dan Baitullah pun mengenalnya
Dialah putra terbaik di antara hamba Allah seluruhnya
Berjiwa takwa, suci, bersih, dan luasnya ilmunya
Dialah cucu Fathimah jika Anda belum mengenalnya
Cicit dari orang yang mana Allah menutup para Nabi dengannya
Pertanyaanmu “siapa dia” tak mengurangi ketenarannya
Orang Arab dan Ajam mengenal, meski kau tak mengenalnya
Kedua tangannya laksana hujan yang semua memanfaatkannya
Manusia membutuhkan uluran tangannya
Tak ada yang dikecewakan olehnya
Tiada pernah berkata “tidak” selain dalam tasyahudnya
Kalaulah bukan karena syahadah, niscaya hanya ada kata “ya”
Menyebarkan kebaikan di tengah manusia
Sirnalah kezhaliman, miskin, dan papa
Jika orang Quraisy melihatnya pastilah berkata:
Sampai setinggi itukah kemuliaannya?
Tertunduk mata karena malu kepadanya
Merasa kerdil melihat kehebatannya
Tak pernah lupa tersenyum tatkala berkata-kata
Di tangannya tergenggam tongkat yang harum aromanya
Dari tangan manusia cerdas hidung mencium bau wanginya
Keturunan Rasulullah dia asalnya
Alangkah mulia asalnya, akhlaknya, dan juga perangainya
Semoga Allah meridhai cicit dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini dan beliau pun ridha. Sungguh beliau adalah potret manusia yang takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala baik tatkala sendiri maupun dalam keramaian, memenuhi jiwanya dengan ketakutan terhadap siksa Allah dan harapan akan limpahan pahala-Nya.
Sumber: Mereka adalah Para Tabi’in, Dr. Abdurrahman Ra’at Basya, At-Tibyan, Cetakan VIII, 2009


Powered by Blogger.